Tuesday, May 8, 2012 |
0
comments
Raut ceria selalu tampak pada
wajah Juli Eko Sarwono (49), guru matematika SMP Negeri 19 Kabupaten Purworejo.
Dengan sabar, ia berpindah dari meja kelompok satu ke kelompok lainnya. Sembari
melempar dadu terbuat dari kertas, ia dengan sabar meminta muridnya melakukan
uji statistik peluang munculnya angka. Dimeja lain, ia meminta murid
perempuannya mempresentasikan rumus volume kerucut dengan caping kertas bekas
sebagai modelnya.
Biasanya, pelajaran matematika
merupakan momok bagi pelajar. Hingga sekarang, mungkin masih ada sebagian
pelajar yang masih merasa dipusingkan dengan angka dan rumus. Bergelut dengan
kalkulator hingga sempoa, serta menghitung berbagai fungsi dan persamaan.
Namun tidak bagi kelas yang
diampu Juli Eko Sarwono. Wajah riang, penuh semangat dan serasa tanpa beban
tampak pada raut murid-muridnya. "Saya mencoba membuat matematika menjadi
menyenangkan, jika murid sudah suka, transfer ilmu akan mudah," ujarnya
kepada KRjogja.com, sekolahnya, Selasa (31/1).
Juli Eko Sarwono ketika dalam salah satu acara televisi
Model yang digunakan Juli
sebenarnya sederhana. Ia mencoba merubah paradigma pelajaran matematika yang
tidak lepas dari angka dengan memasukkan alat peraga. "Saya menyebut cara
ini metode kontekstual, apa adanya," paparnya. Lanjutnya, metode tersebut
terbilang jitu untuk diterapkan pada anak usia SMP. Lanjutnya, pelajar mampu
mengimajinasikan rumus-rumus yang ada dalam buku dengan menerapkan langsung
pada berbagai alat peraga.
Sebelum menerapkan metode
tersebut, ia mengaku otoriter dalam mengajar. Selain itu, semua harus kaku
diterapkan berdasarkan buku pelajaran yang digunakan. Namun, jelang kenaikan
kelas, murid mengecap Juli sebagai guru galak dan mereka merasa tidak nyaman
selama belajar. "Target nilai matematika terpenuhi, disisi lain, murid menganggap saya galak, mereka jadi
tidak nyaman. Itu yang membuat saya berpikir untuk merubah cara mengajar
siswa," katanya.
Bahkan, guru yang hanya lulusan
Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) tahun 1986 itu mengaku kerap
memasukkan sepeda motornya ke dalam kelas sebagai media belajar siswa. Sepeda
motor itu, ia jadikan contoh ketika Juli mengajarkan tentang lingkaran dan
benda tabung. "Mereka praktik sendiri, mengukur sepeda motor saya, dan
akhirnya menerapkan rumus matematika untuk menghitung," ucapnya.
Mengajar dengan cara seperti
Juli bukan tanpa tantangan. Saat mengawali metode itu beberapa tahun silam,
rekan sekerja melayangkan protes. Setiap kali usai mengajarkan matematika, ia
meminta murid menempelkan hasil perhitungan berbagai rumus di tembok kelas.
Selain itu, alat peraga juga dianggap bikin sumpek dan mengotori ruang kelas.
Ia juga pernah dianggap sebagai guru 'edan' lantaran cara mengajar yang dinilai
aneh.
Namun, setelah metodenya
berhasil mencetak nilai bagus dan kenyamanan dalam belajar, ia justru didukung
teman sekerjanya. Bahkan, sekolah meminjaminya satu kelas khusus untuk
laboratorium matematika. "Kelas ini khusus matematika, jadi seperti
laboratorium namun sederhana. Setiap pelajaran matematika untuk kelas sembilan,
diajarkan di kelas khusus ini," paparnya.
Keberhasilan cara mengajar Juli
juga membuatnya menjadi pembicara pada sejumlah seminar nasional bertema
pendidikan di sejumlah tempat dan stasiun televisi. Ia tidak mempersoalkan
dirinya tidak pernah lulus sebagai sarjana. Ia juga mengaku tidak masalah jika
belum lolos uji sertifikasi. Juli merasa cukup dengan penghasilannya sebagai
guru dan berwiraswasta. Sepulang mengajar di SMP 19 Purworejo, ia berjualan
bakso keliling di lingkungan rumahnya di Desa Jogonegoro Kecamatan Mertoyudan
Kabupaten Magelang. "Lumayan, dapat tambahan penghasilan sedikitnya Rp 70
ribu setiap hari," ujarnya.
Dicap 'edan' ternyata tidak
membuat Juli Eko Sarwono minder. Justru hal itu makin terlecut semangatnya untuk
terus maju menjadi yang terbaik. Bahkan, karena kiprahnya, Juli mendapat
penghargaan sebagai 'Good Practices' di bidang pendidikan oleh lembaga donatur
asing Decentralized Basic Education 3 (DBE 3) - dan lembaga asing lainnya.
Kepala SMPN 19 Purworejo
Daryanto SPd menambahkan, sekolah mendukung metode pembelajaran yang diterapkan
Juli Eko Sarwono karena terbukti bisa mengangkat nilai siswa. Nilai rata-rata
sudah naik dari 5,4 menjadi lebih dari 7,5 untuk mata pelajaran matematika.
"Kami dukung penuh, selain kebijakan juga dengan membangun laboratorium
khusus matematika," ungkapnya.
Sumber berita:
krjogja.com dengan editan
Sumber foto: sukardi-tkjim.blogspot.com
Share
Labels:
Inspiration
0 comments:
Post a Comment