Saturday, May 26, 2012 |
2
comments
Telah terbukti, bahwa Membaca
tidak hanya sebagai proses mengeja huruf, kata, dan angka, melainkan proses
kebudayaan. Kegiatan membaca memiliki kaitan yang sangat dekat dengan
kebudayaan; misalnya, bahan bacaan atau tulisan. Tulisan sebuah komunitas menjadi
penanda kebudayaan dari komunitas tersebut. Demikian pula dengan aspek lain
dari membaca itu sendiri. Maka, membaca dengan sendirinya adalah kebudayaan
atau, minimal, berkebudayaan.
Di dalam ayat pertama yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad, kita dapat melihat dengan jelas, bahwa membaca
memang proses kebudayaan, yaitu: QS. al-‘Alaq/96: 1. Ayat yang pertama kali
turun ini tidak memerintahkan kita membaca “nama Tuhan”, melainkan membaca
dengan “mendasarkan pada nama Tuhan”. Membaca mesti didasarkan pada kesadaran
akan ketuhanan. Endingnya, diharapkan akan lahir kebudayaan yang Islami.
membaca bukan sekedar mengeja kata, melainkan bagaimana mengambil makna
Dengan demikian, urgensitas
membaca menemukan titik labuhnya di sini. Selanjutnya, perlu adanya upaya-upaya
serius agar membaca dapat menjadi kegiatan yang menyenangkan, kebiasaan
masyarakat, atau bahkan menjadi ruh dalam kehidupan mereka. Membaca perlu
“diinstitusikan”. Dengan diinstitusikan, akan berlaku mekanisme dan
aturan-aturan organisatoris yang, tentunya, mengarah pada peningkatan minat
baca masyarakat.
Akan tetapi, kenyataan
menunjukkan kepada kita bahwa tak sedikit dari masyarakat kita yang telah
mengambil jarak dengan perpustakaan. Tradisi membaca di masyarakat kita makin
luntur, terdegradasi. Dengan sendirinya, perpustakaan telah dipandang sebelah
mata oleh masyarakat kita. Alih-alih akan ada ketergantungan kepada buku, wong
kepada perpustakaannya saja mereka justru tidak mendekat.
Fenomena ini mesti dipandang
sebagai masalah serius dan perlu solusi guna mengatasinya. Kecuali, jika kita
memang berharap pada runtuhnya kebudayaan bangsa kita?! Dengan memandangnya
sebagai masalah serius, akan lahir kesadaran individu, kemudian kesadaran
kolektif untuk urun rembug dalam mengeluarkan masyarakat kita dari “penyakit
akut” ini.
Perpustakaan adalah perwujudan
dari institusionalisasi membaca. Dengan perpustakaan, kita memiliki peluang
yang lebih besar dalam upaya meningkatkan minat baca masyarakat. Namun,
perpustakaan yang seperti apakah yang mampu mengdongkrak minat baca masyarakat?
Tak lain dari perpustakaan yang representatif, perpustakaan yang menyejukkan,
dan perpustakaan dengan pengelola yang ramah, kreatif, dan inovatif.
Sebenarnya, dalam soal
peningkatan minat baca masyarakat, banyak strategi yang dapat dijalankan,
seperti mengadakan perpustakaan keliling, pengentasan buta aksara bagi
masyarakat, serta diselenggarakannya lomba-lomba yang berkaitan dengan membaca.
Akan tetapi, tulisan ini mengambil stressing pada pengadaan dan peningkatan
perpustakaan.
Kajian ini lebih dikrucutkan
lagi pada gagasan dibangunnya “Perpustakaan Masjid”. Oleh karena perpustakaan
memiliki nilai urgensitas yang tinggi, maka hal penting yang bisa dilakukan
selanjutnya adalah tidak hanya “menghiasi” perpustakaan dan memolesnya dengan
sejumlah aksesoris program dan inovasi-inovasi baru, melainkan juga dengan
membuat embrio-embrio yang banyak guna lahirnya perpustakaan di banyak tempat.
Masjid, dalam kehidupan
masyarakat muslim, punya daya magis yang luar biasa dan intensitas kunjungan
mereka ke tempat ibadah ini sangat tinggi. Bahkan, fakta sejarah menorehkan,
bahwa masjid itu multifungsi: tempat ibadah, musyawarah, silaturrahim, pusat
dakwah, benteng pertahanan perang, dan juga sebagai lembaga pendidikan. Hemat
penulis, “memanfaatkan” masjid sebagai pusat baca masyarakat, dapat
dikategorikan memakmurkan masjid. Selain itu, minat baca masyarakat akan
terdongkrak, dan akhirnya kita akan menemukan masyarakat kita sebagai
masyarakat yang cerdas, menghargai ilmu pengetahuan, serta memiliki hati yang
selalu “terikat” dengan masjid.
Sebagaimana telah disinggung di
atas, bahwa hal yang bisa dilakukan dalam rangka mendongkrak minat baca
masyarakat kita adalah, salah satunya, dengan memperbanyak Perpustakaan. Dengan
beberapa pertimbangan (sebagaima diurai dalam Pendahuluan karya ini), maka
gagasan Perpustakaan Masjid memiliki nilai plus tersendiri, tidak sama dengan
perpustakaan lain.
Perpustakaan Masjid
diselenggarakan oleh Takmir Masjid yang dalam operasionalisasinya
diserah-tugaskan kepada Pengurus Perpustakaan Masjid yang dibentuk takmir.
Pengurus Perpustakaan dapat diambil dari unsur Remaja Masjid (Remas) atau
pemuda desa di lingkungan masjid. Yang terpenting dari proses rekrutmen
pengelola Perpustakaan Masjid adalah ia harus ramah dan memiliki rasa cinta
pada membaca dan buku.
Selanjutnya, agar Perpustakaan
Masjid dapat berjaya, maka berikut beberapa strategi-taktis yang dapat
dilakukan:
1. Perpustakaan diletakkan di serambi kanan
atau kiri masjid. Posisi ini agar mudah terlihat dan diakses oleh jama’ah.
Tuntutan administrasi jangan sampai membuat jama’ah (yang kemudian dijadikan
anggota) mengalami kesulitan dalam mengakses bahan pustaka. Apalagi, jama’ah masjid
tersebut dengan mudah dikenali karena memang dari daerah yang tidak jauh dari
masjid dimaksud.
2. Menerbitkan Buletin Jum’at. Buletin ini
berisi tema yang beragam sesuai isu teraktual, baik internasional (seperti
invasi ke Iraq, dll.), nasional (tentang penetapan 1 Muharram, dll.), atau juga
lokal (adanya aliran sesat, dll.). Jika muncul kekhawatiran dengan adanya
buletin ini jama’ah tidak akan mendengarkan khutbah, maka redaksi wajib
menuliskan peringatan “Dilarang Dibaca Saat Khutbah”.
Redaksi Buletin Jum’at juga
dapat menerbitkan edisi khusus menjelang bulan ramadlan (misal, berisi faidah
shalat tarawih selama sebulan penuh), Hari Raya Idul Fitri (contoh tema:
Ber-Idul bersama Nabi, dll.), dan pada hari-hari besar Islam.
3. Berlangganan Koran. Koran dapat
diletakkan di mading dekat parkir masjid atau di halaman masjid yang teduh.
Pengurus Perpustakaan bisa mengambil kebijakan berlangganan koran hanya pada
hari jum’at saja. Karena pada hari jum’at, anggota perpustakaan (semua jama’ah
masjid) banyak yang datang.
4. Perpustakaan, minimal, memiliki koleksi
sebagai berikut:
a. Khutbah Jum’at (edisi dua bahasa: Arab
dan Indonesia)
b. Buku-buku yang berisi tentang
keutamaan-keutamaan Hari Jum’at, Shalat Jum’at, Shalat Jama’ah, Bulan Ramadlan,
Puasa, I’tikaf di masjid, dan lain-lain yang berkaitan dengan ibadah, seperti
Rahasia Lailatul Qadar.
c. Rekaman khutbah jum’at khusus yang
diterjemah atau ada penjelasan dalam Bahasa Indonesia. Rekaman ini dalam edisi
MP3. Dengan edisi MP3, biayanya akan lebih murah dan lebih mudah di back up
oleh jama’ah untuk koleksi pribadi.
d. Mengoleksi buku-buku Sejarah Islam
e. Juga buku biografi Nabi Muhammad; mulai
Sejarah Hidup Muhammad (Mohammad Husein Haekal), sampai yang terbaru Muhammad:
Rasul Zaman Kita (Thariq Ramadan).
5. Memberikan penghargaan kepada anggota
yang paling sering berkunjung ke perpustakaan; baik karena meminjam, membaca di
tempat, atau memang sebatas “berkunjung”. Bisa juga memberikan penghargaan
kepada donatur perpustakaan atau pemasok terbanyak bahan pustaka.
6. Menyelenggarakan lomba atau kegiatan
yang dapat mendongkrak minat baca anggota perpustakaan.
Sebagaimana telah disinggung di
atas bahwa gagasan untuk mengadakan Perpustakaan Masjid memiliki banyak efek
positif, di antaranya:
1. Punya nilai ibadah karena termasuk
memakmurkan masjid,
2. Pengurus dan anggota akan memiliki hati
yang selalu “terikat” dengan masjid,
3. Minat baca masyarakat terdongkrak,
4. Lahirnya masyarakat yang cerdas, dan
5. Masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan.
Sejumlah strategi-taktis ini
dapat disempurnakan atau ditambah dengan mempertimbankan tuntutan, situasi, dan
masukan dari pihak-pihak yang memiliki perhatian pada masjid dan ilmu
pengetahuan.
KESIMPULAN DAN SARAN
*Kesimpulan
Problem mendasar dari rendahnya
minat baca masyarakat kita?
a. Minimnya perpustakaan yang representatif,
b. Sikap pengelola perpustakaan yang kurang
ramah,
c. Rendahnya daya beli masyarakat, dan
d. Semakin menjamurnya budaya menonton TV.
Adapun strategi-taktis membangun
Perpustakaan Masjid yang representatif dan bisa menjadi sebagai sumber belajar
masyarakat adalah:
a. Meletakkan Perpustakaan di serambi kanan
atau kiri masjid.
b. Menerbitkan Buletin Jum’at. Redaksi Buletin
Jum’at juga dapat menerbitkan edisi khusus.
c. Berlangganan Koran.
d. Punya koleksi:
1) Khutbah Jum’at
2) Buku-buku Fadhail
(keutamaan-keutamaan)
3) Rekaman khutbah jum’at dalam
edisi MP3.
4) Mengoleksi buku-buku Sejarah
Islam
5) Buku biografi Nabi Muhammad.
e. Memberikan penghargaan kepada yang berjasa.
f. Menyelenggarakan lomba atau kegiatan yang
dapat mendongkran minat baca.
Efek positif yang akan muncul
dari gagasan dibangunnya Perpustakaan Masjid adalah:
a. Memakmurkan masjid,
b. Pengurus dan anggota akan memiliki hati
yang selalu “terikat” dengan masjid,
c. Minat baca masyarakat terdongkrak,
d. Lahirnya masyarakat yang cerdas, dan
e. Masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan.
SARAN
1. Minat baca anak didik dan masyarakat
mesti terus didorong, salah satunya dengan memperbanyak perpustakaan.
2. Takmir Masjid perlu mempertimbangkan
gagasan perlunya dibangun Perpustakaan Masjid.
3. Bagi masjid yang sudah memiliki
perpustakaan, maka sejumlah strategi-taktis di atas dapat dipertimbangkan dan
dilakusanakan.
Sumber:
http://www.pemustaka.com/menggagas-perpustakaan-masjid.html
Share
Labels:
Inspiration
2 comments:
hebat semangat berbagi aku menyusul
terima kasih pak Yuli, metode pengajaran matematika yang Anda gunakan cukup unik dan manarik, Indonesia butuh guru-guru seperti Anda
Post a Comment